“Dan katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu, akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan kerjakan”. (Qs.
At-Taubah : 105)
Ini
dimaksudkan bahwa Allah memerintahkan kepada kita sebagai akademisi islam dan
penerus bangsa, sebagai generasi Rabbani untuk giat bekerja. Apa yang harus
kita kerjakan?, ini pertanyaan yang sering muncul dari pemuda muslim. Ini
adalah realita kehidupan bahwa para akademisi banyak yang bingung dalam memulai
bekerja, memulai merubah keadaan generasinya. Sehingga mampu membangun umat
muslim ke arah yang lebih baik.
Sebagai akademisi muslim kita jga harus mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap keberlangsungan bangsa dan agama. Seperti apa dan
bagaimana seorang akademisi muslim harus bertanggung jawab terhadap bangsa dan
agamanya adalah dengan awalan niat tulus lillahi ta’ala, karena innama a’malu
binniat (segala sesuatu harus diawali dengan niat). Dengan niatan tulus lillahi
ta’ala ingin menolong negara yang di dalamnya terdapat agama Allah untuk
menjadi sebuah negara yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur maka insya
Allah, Allah pun akan memberikan pertolongannya karena seperti yang telah Allah
janjikan dalam firman-Nya “...jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” Q.S.
Muhammad : 7.
Akademisi muslim
sebagai umat terbaik juga lah harus menjadi orang yang berguna bagi orang lain,
karena sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi yang lainnya. Dan oleh
karenanya selain sebagai akademisi maka juga harus sebagai seorang abdi umat.
Karena apalah gunanya seorang akademisi terlebih akademisi muslim, jika
mempunyai ilmu akan tetapi tidak berguna atau membawa manfaat bagi yang
lainnya, kemudian lebih dari itu ilmunya tidak diterapkan untuk dan kepada
umat, padahal seorang akademisi muslim sebagai abdi umat haruslah ilmunya membawa
manfaat atau kemaslahatan bagi umat. Oleh karenanya ada pilar atau pondasi
utama yang wajib dimiliki oleh setiap akademisi muslim, yang pertama yaitu
adalah ketaatan terhadap agama atau seorang akademisi muslim adalah akademisi
yang memiliki landasan beragama yang kuat. Bagiamana akan disebut sebagai
akademisi muslim, bila seorang akademisi tidak mempunyai landasan beragama.
Landasan beragama inilah yang kemudian akan menjadikan setiap perilaku dari
akademisi muslim akan terjaga, dan penuh tanggung jawab baik secara moral atau
kesesama manusia dan juga tanggung jawab terhadap Allah. Pilar berikutnya yang
harus oleh seorang akademisi adalah ilmu yang amaliah. Setiap ilmu yang
dimiliki oleh seorang akademisi muslim haruslah ilmu yang amaliah, ilmu haruslah
diamalkan demi kemaslahatan umat, dan juga dikarenakan salah satu jalan
akademisi untuk beramal adalah dengan ilmunya. Di samping itu, amalan seorang
akademisi muslim haruslah ilmiah, atau amalan yang berdasarkan ilmu, seorang
akademisi yang mengetahui ilmunya maka dia wajib untuk mengamalkannya. Pilar
terakhir adalah seorang akademisi muslim harus mampu bersosialisasi terhadap
kehidupan atau lingkungan di sekitarnya, karena tidaklah seorang itu akan hidup
sendiri, manusia hakikatnya diciptakan sebagai makhluk sosial, makhluk yang
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Di samping itu, memang kepada
masyarakatlah segala apa yang dimiliki oleh akademisi muslim akan diamalkan.
Kenapa ketiga pilar tersebut berakhirnya selalu kepada masyarakat? Jalan paling
mudah untuk memperbaiki sebuah bangsa agar bangsa tersebut menjadi sebuah
bangsa yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur adalah dengan memulai dari
memperbaiki struktur masyarakat yang paling bawah atau grass root (akar
rumpur/paling dasar), karena setiap mereka yang berada di pucuk pimpinan negara
ini pasti berawal dari tingkatan paling bawah, maka dengan memperbaiki struktur
masyarakat paling dasar, sama saja kita sedang memulai perbaikan untuk struktur
kepemimpinan di atas.
Dengan
menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Islam, ternyata tidak begitu saja
menjadikan mahasiswa sebagai akademisi muslim. Kenyataan bahwa seorang
mahasiswa di perguruan tinggi Islam bukanlah menjadi seorang akademisi muslim,
bahkan jika saja seorang mahasiswa sampai pada melakukan tindakan amoral adalah
sebuah kenyataan pahit yang harus diterima oleh perguruan tinggi Islam. Entah
siapa yang harus disalahkan untuk hal demikian, dari pihak perguruan tentu
sudah berupaya sebaik mungkin guna membentuk seorang akademisi muslim, tapi hal
tersebut tak akan berjalan dengan baik apabila dari pihak mahasiswa tak ada
sinkronisasi upaya. Begitu juga jika dari mahasiswa telah ada niatan untuk
menjadi seorang akademisi muslim, akan tetapi tak adanya sarana penunjang demi
berlangsungnya hal tersebut menjadi tembok penghalang yang cukup sulit
ditembus. Bahkan mungkin sampai pada pihak perguruan tinggi hanya berorientasi
pada urusan uang, yang mengakibatkan kepentingan akademik menjadi terbengkalai.
Maka selaku akademisi muslim, dengan segala daya dan upayanya dalam usaha
menjadi seorang akademisi muslim, haruslah mampu terlepas dari segala faktor
penghalang, akademisi muslim pasti mampu karena man jadda wajada dan
intanshurullaha yanshurkum (jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu). Menjadi seorang akademisi muslim bukan
lagi soal pilihan, akan tetapi menjadi akademisi muslim adalah kewajiban,
karena menjadi akademisi muslim adalah sebuah keniscayaan akademis yang
seharusnya tak terelakan lagi. Untuk menjadi sebuah tonggak lahirnya bangsa
baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur, seorang akademisi muslim dilahirkan.
Jadi, tak perlu menunggu lagi, tak perlu menyuruh, mulailah dari diri sendiri,
buktikan diri sebagai seorang akademisi muslim, yang akan siap untuk
ber-fastabiqul khairat dalam usahanya menciptakan sebuah bangsa yang baldatun
thoyyibatun wa rabbun ghafur. Dan Sebagai akademisi apalagi akademisi islam
yang cerdas, yang masih mempunyai pikiran dan tenaga yang kuat. Kita sebagai
generasi muda dapat memulai dari 5 potensi akademisi islam. Yang pertama
adalah olah rasa agar iman melekat, olah rasio agar ilmu meningkat, olah raga
agar badan menjadi sehat, olah usaha agar ekonomi kuat, dan olah kinerja agar
produktifitas meningkat.
Kalau lima potensi
ini dipegang dan telah melekat pada diri kita. Saya yakin sebagai akademisi
muslim dapat menjadi penerus yang mempunyai prestasi gemilang dimasa yang akan
datang. Jika kita istiqomah memegang lima potensi ini. Dengan ini marilah kita
gunakan dan kita buat wahana kehidupan ini dengan bekarja sesuai skill
masing-masing. Dengan ini akademisi muslim seperti kita, tidak ada lagi yang
yang namanya generasi muda dikenal dengan istilah generasi penganggur, generasi
yang “mejeng” cari “mojong”,
generasi yang suka “nongkring”
dan “iningkrong”.
Jenjang
kader : DAD
Jabatan : kader bahasa
No comments:
Post a Comment