Saturday, December 21, 2013

Akademisi Islam Sebagai Agent of Change


  Akademisi muslim harus berbeda dengan akademisi biasa. Selain mempunyai rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan perguruan tinggi dan bangsanya, seorang akademisi muslim juga mempunyai rasa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan agamanya. Seorang akademisi ketika beranjak dari sekolah menuju perguruan tinggi, maka sah lah dia menjadi mahasiswa dan mendapatkan gelar agent of change (agen perubahan). Perubahan yang seperti apakah yang diharapkan dari mahasiswa sebagai akademisi, terlebih akademisi muslim dan jika kami adalah penerus bangsa dalam umat. Apa yang harus dilakukan oleh akademisi muslim. Karena masa muda jelasnya mempunyai aktivitas yang padat. Bagaimana cara mengefektifkan waktu masa muda ini dengan aktivitas yang positif. Allah SWT mempertegas dalam surat At-Taubah ayat 105 :
 “Dan katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu, akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan kerjakan”. (Qs. At-Taubah : 105)
Ini dimaksudkan bahwa Allah memerintahkan kepada kita sebagai akademisi islam dan penerus bangsa, sebagai generasi Rabbani untuk giat bekerja. Apa yang harus kita kerjakan?, ini pertanyaan yang sering muncul dari pemuda muslim. Ini adalah realita kehidupan bahwa para akademisi banyak yang bingung dalam memulai bekerja, memulai merubah keadaan generasinya. Sehingga mampu membangun umat muslim ke arah yang lebih baik.
            Sebagai akademisi muslim kita jga harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan bangsa dan agama. Seperti apa dan bagaimana seorang akademisi muslim harus bertanggung jawab terhadap bangsa dan agamanya adalah dengan awalan niat tulus lillahi ta’ala, karena innama a’malu binniat (segala sesuatu harus diawali dengan niat). Dengan niatan tulus lillahi ta’ala ingin menolong negara yang di dalamnya terdapat agama Allah untuk menjadi sebuah negara yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur maka insya Allah, Allah pun akan memberikan pertolongannya karena seperti yang telah Allah janjikan dalam firman-Nya “...jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” Q.S. Muhammad : 7.
Akademisi muslim sebagai umat terbaik juga lah harus menjadi orang yang berguna bagi orang lain, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi yang lainnya. Dan oleh karenanya selain sebagai akademisi maka juga harus sebagai seorang abdi umat. Karena apalah gunanya seorang akademisi terlebih akademisi muslim, jika mempunyai ilmu akan tetapi tidak berguna atau membawa manfaat bagi yang lainnya, kemudian lebih dari itu ilmunya tidak diterapkan untuk dan kepada umat, padahal seorang akademisi muslim sebagai abdi umat haruslah ilmunya membawa manfaat atau kemaslahatan bagi umat. Oleh karenanya ada pilar atau pondasi utama yang wajib dimiliki oleh setiap akademisi muslim, yang pertama yaitu adalah ketaatan terhadap agama atau seorang akademisi muslim adalah akademisi yang memiliki landasan beragama yang kuat. Bagiamana akan disebut sebagai akademisi muslim, bila seorang akademisi tidak mempunyai landasan beragama. Landasan beragama inilah yang kemudian akan menjadikan setiap perilaku dari akademisi muslim akan terjaga, dan penuh tanggung jawab baik secara moral atau kesesama manusia dan juga tanggung jawab terhadap Allah. Pilar berikutnya yang harus oleh seorang akademisi adalah ilmu yang amaliah. Setiap ilmu yang dimiliki oleh seorang akademisi muslim haruslah ilmu yang amaliah, ilmu haruslah diamalkan demi kemaslahatan umat, dan juga dikarenakan salah satu jalan akademisi untuk beramal adalah dengan ilmunya. Di samping itu, amalan seorang akademisi muslim haruslah ilmiah, atau amalan yang berdasarkan ilmu, seorang akademisi yang mengetahui ilmunya maka dia wajib untuk mengamalkannya. Pilar terakhir adalah seorang akademisi muslim harus mampu bersosialisasi terhadap kehidupan atau lingkungan di sekitarnya, karena tidaklah seorang itu akan hidup sendiri, manusia hakikatnya diciptakan sebagai makhluk sosial, makhluk yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Di samping itu, memang kepada masyarakatlah segala apa yang dimiliki oleh akademisi muslim akan diamalkan. Kenapa ketiga pilar tersebut berakhirnya selalu kepada masyarakat? Jalan paling mudah untuk memperbaiki sebuah bangsa agar bangsa tersebut menjadi sebuah bangsa yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur adalah dengan memulai dari memperbaiki struktur masyarakat yang paling bawah atau grass root (akar rumpur/paling dasar), karena setiap mereka yang berada di pucuk pimpinan negara ini pasti berawal dari tingkatan paling bawah, maka dengan memperbaiki struktur masyarakat paling dasar, sama saja kita sedang memulai perbaikan untuk struktur kepemimpinan di atas.
Dengan menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Islam, ternyata tidak begitu saja menjadikan mahasiswa sebagai akademisi muslim. Kenyataan bahwa seorang mahasiswa di perguruan tinggi Islam bukanlah menjadi seorang akademisi muslim, bahkan jika saja seorang mahasiswa sampai pada melakukan tindakan amoral adalah sebuah kenyataan pahit yang harus diterima oleh perguruan tinggi Islam. Entah siapa yang harus disalahkan untuk hal demikian, dari pihak perguruan tentu sudah berupaya sebaik mungkin guna membentuk seorang akademisi muslim, tapi hal tersebut tak akan berjalan dengan baik apabila dari pihak mahasiswa tak ada sinkronisasi upaya. Begitu juga jika dari mahasiswa telah ada niatan untuk menjadi seorang akademisi muslim, akan tetapi tak adanya sarana penunjang demi berlangsungnya hal tersebut menjadi tembok penghalang yang cukup sulit ditembus. Bahkan mungkin sampai pada pihak perguruan tinggi hanya berorientasi pada urusan uang, yang mengakibatkan kepentingan akademik menjadi terbengkalai. Maka selaku akademisi muslim, dengan segala daya dan upayanya dalam usaha menjadi seorang akademisi muslim, haruslah mampu terlepas dari segala faktor penghalang, akademisi muslim pasti mampu karena man jadda wajada dan intanshurullaha yanshurkum (jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu). Menjadi seorang akademisi muslim bukan lagi soal pilihan, akan tetapi menjadi akademisi muslim adalah kewajiban, karena menjadi akademisi muslim adalah sebuah keniscayaan akademis yang seharusnya tak terelakan lagi. Untuk menjadi sebuah tonggak lahirnya bangsa baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur, seorang akademisi muslim dilahirkan. Jadi, tak perlu menunggu lagi, tak perlu menyuruh, mulailah dari diri sendiri, buktikan diri sebagai seorang akademisi muslim, yang akan siap untuk ber-fastabiqul khairat dalam usahanya menciptakan sebuah bangsa yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Dan Sebagai akademisi apalagi akademisi islam yang cerdas, yang masih mempunyai pikiran dan tenaga yang kuat. Kita sebagai generasi muda dapat  memulai dari 5 potensi akademisi islam. Yang pertama adalah olah rasa agar iman melekat, olah rasio agar ilmu meningkat, olah raga agar badan menjadi sehat, olah usaha agar ekonomi kuat, dan olah kinerja agar produktifitas meningkat.
            Kalau lima potensi ini dipegang dan telah melekat pada diri kita. Saya yakin sebagai akademisi muslim dapat menjadi penerus yang mempunyai prestasi gemilang dimasa yang akan datang. Jika kita istiqomah memegang lima potensi ini. Dengan ini marilah kita gunakan dan kita buat wahana kehidupan ini dengan bekarja sesuai skill masing-masing. Dengan ini akademisi muslim seperti kita, tidak ada lagi yang yang namanya generasi muda dikenal dengan istilah generasi penganggur, generasi yang “mejeng” cari “mojong”, generasi yang suka “nongkring” dan “iningkrong”.

Nama                : A.Sumange lipu
Jenjang kader    : DAD
Jabatan             : kader bahasa

No comments:

Post a Comment