Sunday, November 1, 2020

Pappaseng — Magetteng ri Agamae (Taat pada Agama)


Pappaseng pada umumnya hadir ditengah masyarakat Bugis bukan hanya sebagai petuah suku semata namun juga sebagai media pendidikan moral.

Pappaseng bertujuan untuk membangun kualitas pribadi masyarakat yang ideal yakni membawa manfaat kepada alam semesta.

Oleh karena itu, di dalam pappaseng akan sering ditemui ajaran-ajaran tentang karakter mulia yang dalam pandangan para peneliti dapat diserap menjadi karakter ideal untuk menjadi pribadi yang baik. 

Dalam hal ini salah satunya pada sastra Bugis yang umumnya sarat dengan nilai-nilai keagamaan.

Sikap orang bugis terhadap "Yang Ilahi", yang "Adikodrati" bertumbuh dari pengalaman hidup dengan masa-masa yang penuh dengan suka cita dan  hari-hari sedih yang diawali dengan suatu perasaan gaib yang menaungi insani dan segala aspek kehidupan, sehingva rasa "keilahian" yang terpendam dalam batin sukar untuk diungkapkan baik pernyataan yang berupa transenden (mempesona) maupun yang tremendum (menakutkan).

Sebab itu kurun waktu yang cukup lama sejarah kepercayaannya tidak menyebutkan Tuhan SWT. 

Mereka menyebut Tuhan pencipta alam semesta itu dengan sebutan Dewata’e atau Puangng’e, juga Dewata Seuwae yang artinya Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa masyarakat Bugis adalah masyarakat religius.

Seperti dalam petuah ini yang mengatakan bahwa 

"Taroi telleng linoe,

Teppinra pesonaku lao ri puang e."

"Biar dunia tenggelam,Tak akan berubah keyakinanku kepada Tuhan".

Karakter masyarakat Bugis dapat terlihat dalam kutipan tersebut yang amat memegang teguh keyakinannya terhadap kepercayaannya kepada Tuhan Sang Pencipta. Tentu saja petuah tersebut mengisyaratkan keteguhan dan ketaatan dalam arti beragama.

Mereka sudah sangat meyakini akan kebenaran agamanya dan tidak mungkin lagi dapat bergeser dari keyakinannya itu meskipun apa yang terjadi. 

Segala cobaan dalam hidup, baik berupa kesulitan ataupun yang lainnya tidak lain hanyalah sebuah ujian yang diberikan kepada manusia untuk menguji keimanannya.

Bagaimana menggunakan keistimewaan akal yang diberikan Tuhan untuk memaknai segala apa yang terjadi dalam hidup. Baik itu akal pikiran maupun hati. Bahwa segala sesuatu pasti memiliki hikmah dibaliknya.

Setiap apa yang terjadi tidak menjadikan iman kita lemah dan lantas menyerah terhadap kehidupan dan menyalahkan Sang Pencipta terhadap semuanya, namun dapat menjadikan kita lebih semakin mendekat kepada-Nya.


#PetuahBugis


IMMawati Risfa Maharayu
Ketua Bidang Seni, Budaya dan Olahraga
PC IMM Bone

 

No comments:

Post a Comment