Bukan berarti berburuk sangka akan tetapi perlu kewaspadaan dan
kehati-hatian melihan pengalaman yang telah lalu-lalu diman kita di
muhammadiyah angkatan muda IMM selalu jadi korban dan di korbangkan oleh
kepentingan birikrasi kampus. dimana setiap imm teriak terkait
pelanggaran STKIP alias birokrasi selalu mau di bentutkan dengan
mahasiswa yang lain.
saya selaku orang yang pernah berurusan dengan dinamika berbeda dengan STKIP/ PDM/ dan bahkan PWM merasakan betul apa artinya melawan dan dilawan ternyata ketika kita berusaha meneriakkan kebenaran dan pelanggaran walau kita sendiri punya pelanggaran yang akan kita lawan adalah orang-orang terdekat kita misal kan imm y pertama iyya lawan adalah ayahandanya STKIP/ PDM/ serta PWM mereka bukan komunis bukan pula kafir kurais tapi mereka adalah orang birokrasi kampus yang mempunyai kepentingan terhadap PTM. dan merasakan ke gelisahan keberadaan imm. siapakah imm
- apakah punya itikad baik
-siapakah PTM apakah mereka punya itikad baik dan
-apakah itikad baik itu
saya selaku orang yang pernah berurusan dengan dinamika berbeda dengan STKIP/ PDM/ dan bahkan PWM merasakan betul apa artinya melawan dan dilawan ternyata ketika kita berusaha meneriakkan kebenaran dan pelanggaran walau kita sendiri punya pelanggaran yang akan kita lawan adalah orang-orang terdekat kita misal kan imm y pertama iyya lawan adalah ayahandanya STKIP/ PDM/ serta PWM mereka bukan komunis bukan pula kafir kurais tapi mereka adalah orang birokrasi kampus yang mempunyai kepentingan terhadap PTM. dan merasakan ke gelisahan keberadaan imm. siapakah imm
- apakah punya itikad baik
-siapakah PTM apakah mereka punya itikad baik dan
-apakah itikad baik itu
coba kita simak makna itikad baik berdasarkan pengetahuan saya...
Itikad Baik bukanlah istilah atau unsur yang dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum, Untuk menggambarkan adanya kesengajaan dalam suatu delik, misalkan dalam KUHP lebih sering menggunakan istilah-istilah selain itikad baik, antara lain: “dengan sengaja”, “mengetahui bahwa”, “tahu tentang”, dan “dengan maksud”. Mengenai “itikad baik” dikenal dalam tindak pidana yang tersebar di luar KUHP dan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Selanjutnya akan disebut KUHPer). Mengenai itikad baik dalam KUHPer Pasal 1338 ayat 3dinyatakan bahwa: "… Suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik", selain tentang itikad baik dalam Pasal 531 KUHPer dinyatakan sebagai berikut: “Kedudukan itu beritikad baik, manakala si yang memegangnya memperoleh kebendaan tadi dengan cara memperoleh hak milik, dalam mana tak tahulah dia akan cacat cela yang terkandung dalamnya”.
Dalam perjanjian dikenal asas itikad baik, yang artinya setiap orang yang membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Dinyatakan oleh Muhammaad Faiz bahwa[1]: "Itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan sulit untuk dirumuskan, sehingga orang lebih banyak merumuskannya melalui peristiwa-peristiwa dipengadilan. Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berkaitan dengan masalah kepatutan dan kepantasan". Kesulitan dalam perumusan mengenai definisi itikad baik tersebut tidak menjadikan itikad baik sebagi suatu istilah yang asing, melainkan hanya terlihat pada perbedaan definisi yang diberikan oleh beberapa ahli, termasuk dalam Black's Law Dictionary.
Itikad baik menurut M.L Wry adalah: “Perbuatan tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal, tanpa mengganggu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja, tetapi juga dengan melihat kepentingan orang lain”[2].
Dalam Black’s Law Dictionary Itikad baik didefenisikan sebagai: “In or with good faith, honestly, openly and sincerely, without deceit or fraud truly, actually, without simulation or pretense.”[3]. Selanjutnya, Sutan Remy Sjahdeini secara umum menggambarkan itikad baik sebagai berikut[4]: "Itikad baik adalah niat dari pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan kepentingan umum". Mengenai pembagian asas itikad baik, diuraikan oleh Muliadi Nur sebagai berikut[5]:
Asas itikad baik ini dapat dibedakan atas itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada saat diadakan suatu perbuatan hukum. Sedang itikad baik dalam pengertian yang obyektif dimaksudkan adalah pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.
Itikad baik secara subyektif menunjuk pada sikap batin atau unsur yang ada dalam diri pembuat, sedangkan itikad baik dalam arti obyektif lebih pada hal-hal diluar diri pelaku. Mengenai pengertian itikad baik secara subyektif dan obyektif, dinyatakn oleh Muhamad Faiz bahwa[6]: " Itikad baik subyektif, yaitu apakah yang bersangkutan sendiri menyadari bahwa tindakannya bertentangan dengan itikad baik, sedangkan itikad baik obyektif adalah kalau pendapat umum menganggap tindakan yang demikian adalah bertentangan dengan itikad baik".
Itikad baik dalam sebuah penjanjian harus ada sejak perjanjian baru akan disepakati, artinya itikad baik ada pada saat negosiasi prakesepakatan perjanjian, dinyatakan oleh Ridwana Khairandy bahwa[7]: " Itikad baik sudah harus ada sejak fase prakontrak dimana para pihak mulai melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan dan fase pelaksanaan kontrak".
Itikad baik seharusnya dimiliki oleh setiap individu sebagai bagian dari makhluk sosial yang tidak dapat saling melepaskan diri dari ketergantungan sosial terhadap individu lain untuk saling bekerjasama, saling menghormati dan menciptakan suasana tenteram bersama-sama. Melepaskan diri dari keharusan adanya itikad baik dalam setiap hubungan dengan masyarakat adalah pengingkaran dari kebutuhannya sendiri; kebutuhan akan hidup bersama, saling menghormati dan saling memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial.
Keberadaan itikad baik dalam setiap hubungan dengan masyarakat memberi arti penting bagi ketertiban masyarakat, itikad baik sebagai sikap batin untuk tidak melukai hak orang lain menjadi jaminan bagi hubungan masyarakat yang lebih tertib. Ketiadaan itikad baik dalam hubungan masyarakat mengarah pada perbuatan yang secara umum dicela oleh masyarakat, celaan datang dari sikap batin pembuat yang tidak memiliki itikad baik, sikap batin di sini mengarah pada ‘kesengajaan sebagai bentuk kesalahan’ pembuat yang secara psikologis menyadari perbuatannya serta akibat yang melekat atau mungkin timbul dari pada perbuatan tersebut.
nah sekarang dengan mengaktifkan nya UKM semoga aja ada itikad baik didalam nya yang mana tetap menjaga nama baik perguruan tinggi tetap n bersambung
nah sekarang dengan mengaktifkan nya UKM semoga aja ada itikad baik didalam nya yang mana tetap menjaga nama baik perguruan tinggi serta nama baik dan nama besar muhammadiyah.
adik-adik ku sekalian kara razikin bahwa pemberontakan itu adalah anak kandung dari penindasan. maka jika penindasan ada maka satu hal yang pasti PEMBERONTAKAN SALAM
oleh usman al-khair
No comments:
Post a Comment