Wednesday, May 11, 2016

BACAH!!! Sejarah Lengkap ~ Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)

Logo IPM

Berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tidak lepas dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar sekaligus sebagai konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader.

Selain itu, situasi dan kondisi politik di Indonesia tahun 60-an yaitu pada masa berjayanya orde lama dan PKI, Muhammadiyah mendapat tantangan yang sangat berat untuk menegakkan dan menjalankan misinya. Oleh karena itu, IPM terpanggil untuk mendukung misi Muhammadiyah serta menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah. Dengan demikian, kelahiran IPM mempunyai dua nilai strategis.

Pertama, IPM sebagai aksentuator gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar di kalangan pelajar. Kedua, IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat membawa misi Muhammadiyah pada masa mendatang.

Keinginan dan upaya para pelajar untuk membentuk organisasi pelajar Muhammadiyah sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1919. Akan tetapi selalu ada halangan dan rintangan dari berbagai pihak, sehingga baru mendapatkan titik terang ketika Konferensi Pemuda Muhammadiyah (PM) pada tahun 1958 di Garut. Organisasi pelajar Muhammadiyah akan ditempatkan di bawah pengawasan PM. Keputusan konferensi tersebut diperkuat pada Muktamar PM II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (Keputusan II/ nomor 4).

Setelah ada kesepakatan antara Pimpinan Pusat (PP) PM dan Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran pada tanggal 15 Juni 1961, ditandatanganilah peraturan bersama tentang organisasi IPM. Pendirian IPM tersebut dimatangkan secara nasional pada Konferensi PM di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961. Sehingga pada tanggal 5 Shafar 1381 H bertepatan dengan tanggal 18 Juli 1961 M ditetapkan sebagai hari kelahiran IPM dengan Ketua Umum Herman Helmi Farid Ma’ruf dan Sekretaris Umum Muh. Wirsyam Hasan. Akhirnya, IPM menjadi salah satu organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang bergerak di bidang dakwah dan kaderisasi di kalangan pelajar Muhammadiyah.

Pada Konferensi Pimpinan Pusat (Konpiwil) IPM tahun 1992 di Yogyakarta, Menpora Akbar Tanjung secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada IPM untuk melakukan penyesuaian tubuh organisasi. PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir direktori organisasi disertai catatan agar pada waktu pengembalian formulir tersebut nama IPM telah berubah.

Tim eksistensi PP IPM yang bertugas membahas masalah ini, melakukan pembicaraan secara intensif. Akhirnya diputuskan perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), dengan pertimbangan:

keberadaan pelajar sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa selama ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari persyarikatan Muhammadiyah;
perlunya pengembangan jangkauan IPM;
adanya kebijakan pemerintah RI tentang tidak diperbolehkannya penggunaan kata pelajar untuk organisasi berskala nasional.

Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) PP IPM nomor VI/PP.IPM/1992 yang selanjutnya disahkan oleh PP Muhammadiyah tanggal 22 Jumadil Awwal 1413 H bertepatan dengan 18 November 1992 M tentang pergantian nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan demikian secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992.

Seiring perkembangan organisasi IRM, muncul berbagai reaksi dari tubuh persyarikatan bahwa IRM dinilai kurang fokus terhadap pembinaan pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Maka, Tanwir Muhammadiyah tahun 2007 merekomendasikan IRM untuk berubah kembali menjadi IPM.

Pembahasan mengenai basis masa dan lokus gerakan sebenarnya sudah mengemuka sejak Muktamar IRM ke-14 di Lampung. Pada Muktamar IRM ke-15 pun, mengamanatkan untuk membentuk tim eksistensi yang bertugas untuk membahas masalah ini. Tim eksistensi PP IPM juga meminta saran pendapat dari PP Muhammadiyah dan ortom-ortom di dalamnya.

Tak lama kemudian, PP Muhammadiyah mengeluarkan SK nomor 60/KEP/I.0/B/2007 tertanggal 7 Jumadil Awwal 1428 H bertepatan dengan 24 Mei 2007 M tentang perubahan nomenklatur IRM menjadi IPM. Sehubungan dengan munculnya berbagai reaksi terkait SK tersebut, PP IPM segera mengadakan pleno diperluas dengan mengundang PP Muhammadiyah dan seluruh Pimpinan Pusat (PW) IPM se-Indonesia. Setelah berdialog secara intensif, PP Muhammadiyah mengeluarkan maklumat berkenaan dengan SK PP Muhammadiyah nomor 60/KEP/I.0/B/2007 bahwasanya perubahan IRM menjadi IPM membutuhkan proses. Maklumat ini berlaku efektif setelah Muktamar IRM XVI pada tanggal 23-28 Oktober 2008 di Surakarta.

Muktamar IPM pertama setelah perubahan dari IRM dilaksanakan pada tanggal 2-7 Juni 2010 di Bantul, DI. Yogyakarta. Muktamar kali ini bertepatan dengan setengah Abad Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dalam Muktamar ini dilaunching Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) yang merupakan turunan dari Gerakan Kritis Transformatif (GKT).

Sejarah perkembangan IPM, sejak dari kelahiran Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (IPM) hingga kemudian terjadinya perubahan nama menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) pada tahun 1992 dan kemudian berubah nama kembali menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) telah melalui proses yang panjang seiring dengan dinamika yang berkembang di masyarakat baik dalam skala nasional maupun global. Hingga saat ini IPM telah melampaui empat fase perkembangan, yaitu:

1. Fase Pembentukan (mulai tahun 1961 s/d 1976)

Kelahiran IPM bersamaan dengan masa dimana pertentangan idiologis menjadi gejala yang menonjol dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia dan dunia pada waktu itu. Keadaan yang demikian menyebabkan terjadinya polarisasi kekuatan tidak hanya dalam persaingan kekuasaan di lembaga pemerintah, bahkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam situasi seperti ini IPM lahir dan berproses membentuk dirinya. Maka sudah menjadi kewajaran bila pada saat awal keberadaannya IPM banyak terfokus pada upaya untuk mengkonsolidasikan dan menggalang kesatuan Pelajar Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia dalam wadah IPM.

Upaya untuk menemukan karakter dan jati diri IPM sebagai gerakan kader dan dakwah banyak menjadi perhatian pada waktu itu. Upaya ini mulai dapat terwujud setelah IPM dapat merumuskan Khittah Perjuangan IPM, Identitas IPM, dan Pedoman Pengkaderan IPM (hasil Musyawarah Nasional/Muktamar ke-2 di Palembang tahun 1969).

Fase pembentukan IPM diakhiri pada tahun 1976 yaitu dengan keberhasilan IPM merumuskan Sistem Pengkaderan IPM (SPI) hasil Seminar Tomang tahun 1976 di Jakarta. Dengan SPI yang telah dirumuskan tersebut, maka semakin terwujudlah bentuk struktur keorganisasian IPM secara lebih nyata sebagai organiasai kader dan dakwah yang otonom dari persyarikatan Muhammadiyah.

2. Fase Penataan (mulai tahun 1976 s/d tahun 1992)

IPM memasuki fase penataan ketika bangsa Indonesia tengah bersemangat mencanangkan pembangunan ekonomi sebagai panglima, dan memandang bahwa gegap gempita persaingan ideologi dan politik harus segera diakhiri jika bangsa Indonesia ingin memajukan dirinya.

Situasi pada saat itu menghendaki adanya monoloyalitas dalam berbangsa dan bernegara dengan mengedepankan stabilitas nasional sebagai syarat pembangunan yang tidak bisa ditawar lagi. Dalam keadaan seperti ini menjadikan organisasi-organisasi yang berdiri sejak masa sebelum Orde Baru harus dapat menyesuaikan diri.

Salah satu kebijakan pemerintah yang kemudian berimbas bagi IPM adalah tentang ketentuan OSIS sebagai satu-satunya organisasi pelajar yang eksis di sekolah. Keadaan ini menyebabkan IPM mengalami kendala dalam mengembangkan keberadaannya secara lebih leluasa dan terbuka.

Agenda Permasalahan IPM yang membutuhkan perhatian khusus untuk segera dipecahkan pada waktu adalah tentang keberadaan IPM secara nasional yang dipermasalahkan oleh pemerintah karena OSIS lah satu satunya organisasi pelajar yang diakui eksistensinya di sekolah. Konsekwensinya semua organisasi yang menggunakan kata-kata pelajar harus diganti dengan nama lain.

Pada awalnya IPM dan beberapa organiasasi pelajar sejenis berusaha tetap konsisten dengan nama pelajar dengan berharap ada peninjauan kembali kebijaksanaan pemerintah tersebut pada masa mendatang. Namun konsistensi itu ternyata membawa dampak kerugian yang tidak sedikit bagi IPM karena kemudian kegiatan IPM secara nasional seringkali mengalami hambatan dan kesulitan penyelenggaraannya. Disamping itu beberapa organisasi pelajar yang lain yang senasib dengan IPM satu-persatu mulai menyesuaikan diri, sehingga IPM merasa sendirian memperjuangkan konsistensinya.

Pada sisi lain IPM merasa perlu untuk segera memperbaharui visi dan orientasi serta mengembangkan gerak organisasi secara lebih luas dari ruang lingkup kepelajaran memasuki ke dunia keremajaan sebagai tuntutan perubahan dan perkembangan zaman. Maka tanggal 18 November 1992 berdasarkan SK PP Muhammadiyah No. 53/SK-PP/ IV.B/1.b/1992 Ikatan Pelajar Muhammadiyah secara resmi berubah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.

3. Fase Pengembangan (mulai tahun 1992 s/d 2008)

Perubahan nama IPM menjadi IRM beriringan dengan situasi bangsa Indonesia tengah menyelesaikan PJPT I (Pembangunan Jangka Pendek Tahun I) dan akan memasuki PJPT II. Banyak kemajuan yang telah diperoleh bangsa Indonesia sebagai hasi PJPT I, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan pesat, stabilitas nasional yang semakin mantap, dan tingkat pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi masyarakat semakin baik. Namun demikian ada beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan bangsa Indonesia pada PJPT II antara lain: masalah pemerataan pembangunan dan kesenjangan ekonomi, demokratisasi, ketertinggalan di bidang IPTEK, permasalahan sumber daya manusia, dan penegakan hukum dan kedisiplinan.

Sementara itu, era 90-an ditandai dengan semakin maraknya kesadaran ber-Islam diberbagai kalangan masyarakat muslim di Indonesia. Di samping itu peran dan partisipasi ummat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga semakin meningkat.

Kondisi yang demikian memberi peluang bagi IRM untuk dapat berkiprah lebih baik lagi. Pada sisi lain, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi semakin membawa manusia ke arah globalisasi yang membawa banyak perubahan pada berbagai sisi kehidupan manusia. Tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi banyak mengalami perombakan drastis. Salah satu perubahan mendasar yang akan banyak membawa pengaruh bagi bangsa Indonesia adalah masalah liberalisasi ekonomi.

Liberalisasi ekonomi sebagaimana telah diputuskan dalam konferensi APEC merupakan kebijakan yang tidak terelakkan karena mulai tahun 2003 mendatang Indonesia harus memasuki era AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang dilanjutkan pada tahun 2020 dalam skema liberalisasi perdagangan yang lebih luas di Asia Pasifik. Pengaruh liberalisasi ekonomi ini akan berdampak luas tidak hanya dalam aspek ekonomi saja, tetapi juga dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya. Salah satu dampak yang sekarang sangat dirasakan adalah munculnya krisis moneter yang terjadi di Asia Tenggara dan sebagian Asia Timur.

Munculnya krisis yang dimulai dengan timbulnya depresi mata uang, disebabkan oleh ketidakpastian perangkat suprastruktur dan infrastruktur baik ekonomi maupun politik dalam mengantisipasi dampak globalisasi perdagangan. Fenomena ini kemudian memunculkan tuntutan reformasi di bidang ekonomi dan politik sebagai prasyarat untuk mengantisipasi dan menyelesaikan persoalan krisis. Di Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena krisis dan menderita paling parah juga muncul tuntutan reformasi.

Fenomena reformasi yang dituntut masyarakat Indonesia adalah reformasi yang mendasar diseluruh bidang baik di bidang ekonomi, budaya, politik bahkan sampai reformasi moral. Tuntutan reformasi ini jelas mendesak IRM untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai organisasi keagamaan dan dakwah Islam dikalangan remaja menjadi lebih aktif dan responsif terhadap perkembangan perjalanan bangsa menuju masyarakat dan pemerintahan yang bersih dan modern.

Dalam kondisi yang demikianlah IRM memasuki fase pengembangan, yaitu perkembangan pasca perubahan nama IPM menjadi IRM hingga terselenggaranya pelaksanaan pola kebijakan jangka panjang IRM pada Muktamar XII. Diharapkan nantinya IRM telah mencapai kondisi yang relatif mantap baik secara mekanisme kepemimpinan maupun mekanisme keorganisasian sehingga mampu secara optimal menjadi wahana penumbuhan dan pengembangan potensi sumber daya remaja.

Pengelolaan sumber daya yang dimiliki Ikatan Remaja Muhammadiyah harus didukung dengan adanya peningkatan kapasitas kualitas pemimpin, mekanisme kerja yang kondusif yang seiring dengan kemajuan zaman, serta pemantapan dan pengembangan gerak Ikatan Remaja Muhammadiyah yang berpandangan ke depan namun tetap dijiwai oleh akhlak Mulia. IRM dituntut untuk dapat menyiapkan dasar yang kokoh baik secara institusional maupun personal sehingga tercipta komunitas yang kondusif bagi para remaja sehingga dapat menghadapi setiap perkembangan zaman yang ada.

4. Fase Kebangkitan (mulai tahun 2006 s.d 2010)

Pada fase ini, terhitung sejak delapan tahun sebelumnya dimana bangsa Indonesia sedang ramai menyambut masa baru yang diharapkan dapat melakukan perubahan bangsa yang lebih baik yaitu masa reformasi tahun 1998. Akan tetapi pada kenyataannya pasca reformasi hingga tahun 2006 yang telah dipimpin oleh tiga kepemimpinan presiden yang berbeda (Bpk. Abdurrahman Wahid, Ibu Megawati Soekarno Putri dan Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono), tidak kunjung membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa, bahkan memunculkan penyakitpenyakit baru di negeri ini.

Demikian juga hingga saat ini, memasuki masa kepemimpinan “Kabinet Indonesia Bersatu jilid II”, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah menunjukkan kesempurnaan hancurnya negeri ini, seperti yang banyak diungkapkan oleh para ahli dan pakar, serta pengamat politik di Indonesia. Karena bangsa ini sedang dipimpin oleh para pemimpin bangsa yang cenderung korup dan senang menjual bangsanya ke negara asing atau bisa dikatakan kepemimpinan bangsa yang tidak lagi memiliki karakter kepemimpinan yang selalu siap membela rakyatnya, membawa rakyatnya kepada kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

Hal ini dapat dilihat dari maraknya korupsi disemua jenjang struktur pemerintahan yang ada, permainan politik yang tidak mencerdaskan rakyat justru melakukan pembodohan pada masyarakat dan masih banyak lagi persoalan bangsa yang melekat di negeri ini. Hal ini menunjukkan bahwa betapa bangsa ini sedang krisis disegala bidang, bahkan krisis moral pemimpin bangsa.

Dari sinilah IRM yang kemudian kembali berubah nama menjadi IPM pada tahun 2008 dituntut untuk terus berperan dalam melakukan gerakan dakwahnya, khususnya dikalangan remaja/pelajar sebagai penerus estafeta kepemimpinan bangsa beberapa tahun mendatang. Di tengah kondisi bangsa yang sedang krisis disegala bidang dan dilanda banyaknya musibah atau bencana alam yang tidak kunjung selesai pada tahun 2004-2009 (kepemimpinan presiden SBY) kala itu. Di tubuh IRM-pun pada Muktamar XIV tahun 2006 di Medan, turut merespon kondisi bangsa kala itu.

Karena IRM sangatlah sadar sekali akan gerakan sosial yang dilakukan berlandaskan pada nilai-nilai perjuangan untuk melakukan suatu perubahan yang lebih baik, yang kemudian sangat dikenal dengan Gerakan Kritis Transformatif (GKT)-nya. Akan tetapi cenderung mengalami pergeseran pergerakan yang kemudian menjadi meluas dan tidak lagi fokus terhadap bassis massa yang seharusnya menjadi perhatian utama oleh IRM sebagai organisasi remaja/pelajar Muhammadiyah.

Oleh karena itulah, kemudian pada Muktamar XIV tahun 2006 di Medan kembali menyuarakan agar IRM kembali berubah nama menjadi IPM dengan beberapa alasan diantaranya; Masa Orde Baru telah runtuh, kini telah lama memasuki masa reformasi dan sudah tidak ada lagi tekanan dari pemerintah bahwa satu-satunya organisasi pelajar di sekolah hanyalah OSIS, maka IPM dapat kembali ke bassis massanya secara riil yaitu “pelajar”. Dan yang kedua, IRM harus kembali pada fokus gerakannya sebagai bassis massa utama yaitu “pelajar”.

Karena pelajar dan pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam melakukan perubahan bangsa yang lebih baik beberapa tahun kedepan. Meskipun kemudian belum secara menyeluruh menemukan kesepemahaman atau kesepakatan bersama untuk merubah nama IRM menjadi IPM, akan tetapi proses prubahan nama tersebut telah berjalan, yang kemudian pada forum Muktamar tersebut memutuskan untuk pembentukan tim eksistensi IRM. Hingga pada akhirnya gong perubahan nama tersebut diperdengarkan lebih cepat sebelum kinerja tim eksistensi dapat menghasilkan sesuatu yang matang untuk IRM/IPM kedepan.

Pada keputusan Tanwir Muhammadiyah pada tahun 2008 di Yogyakarta, Muhammadiyah memutuskan perubahan nomenklatur IRM menjadi IPM kembali. Hingga pada akhirnya pintu gerbang IPM-pun kembali terbuka, dan IRM resmi kembali berubah nama menjadi IPM pada Muktamar XVI pada tahun 2008 di Solo.

Kini IPM-pun kembali pada bassis massa dan fokus gerakannya yaitu membela kaum pelajar dan memperjuangkan pendidikan yang lebih baik, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itulah IPM saat ini kembali ke sekolah (back to shcool), kembali memperjuangkan hakekat pendidikan yang sesungguhnya, yang dapat menghasilkan “Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif”, sesuai dengan visi pendidikan nasional.

Melalui berbagai macam pelatihan, seminar-seminar, workshop dan lain sebagainya IPM melakukan proses penyadaran terhadap pelajar akan peran serta fungsi pelajar sebagai obyek maupun subyek dari proses pembelajaran dan perubahan. Serta melakukan proses pemberdayaan dan pembelaan terhadap pelajar yang selama ini selalu saja dijadikan sebagai obyek dari sistem yang tidak mencerdaskan, akan tetapi lebih kepada pendeskriditan pelajar demi kepentingan sepihak atau kelompok tertentu.

Padahal disisi lain, seiring dengan perkembangan zaman yang ada, baik dari segi teknologi, komunikasi atau ilmu pengetahuan pada umumnya menjadi tantangan yang besar bagi pelajar. Menuntut para pelajar agar dapat berjuang lebih keras lagi (kompetitif) dan kreatif dalam bertindak dan menciptakan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi ummat dan bangsa. 

Oleh karena itulah, hal tersebut menjadi salah satu alasan bagi IPM untuk merumuskan suatu rumusan gerakan IPM yang sesuai dengan tantangan dan perkembangan zaman yang sedang dihadapi pelajar saat ini.

Akhirnya pada Muktamar XVII pada tahun 2010 di Yogyakarta kemarin, IPM kembali mendeklarasikan satu gerakan yang saling terkait dengan gerakan-gerakan IPM yang pernah ada sebelumnya. Gerakan tersebut dinamakan sebagai “Gerakan Pelajar Kreatif”, yang kemudian melahirkan satu visi IPM satu periode ini, hingga tahun 2012, yaitu “Menjadikan IPM sebagai Rumah Kreatif Pelajar Indonesia”.

Semoga IPM dapat mengimplementasikan gerakan yang ada secara massif dan progressif, sehingga dapat mencapai visi IPM yang telah dicanangkan dalam rangka mewujudkan “Pelajar Muslim yang berilmu, berakhlak mulia dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.

Nilai-Nilai Dasar IPM

1.  Nilai Keislaman (Menegakkan dan menjunjung  tinggi nilai-nilai ajaran Islam). Islam yang dimaksud adalah agama rahmatan til 'alamin yang membawa kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan ketentraman bagi seluruh umat manusia yang bersumber dari Al- Qur'an dan as-Sunnah. Artinya, Islam yang dihadirkan oleh IPM adalah Islam yang sesuai dengan konteks zaman yang selalu berubah-ubah dari satu masa ke masa selanjutnya.

2. Nilai Keilmuan (Terbentuknya pelajar muslim  yang berilmu). Nilai ini menun-jukkan bahwa IPM memiliki perhatian serius terhadap ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan kita akan mengetahui dunia secara luas, tidak hanya sebagian saja. Karena dari waktu ke waktu, ilmu pengetahuan akan terus berkembang dan berubah. IPM berkeyakinan, ilmu pengetahuan adatah jendela dunia.

3. Nilai Kekaderan (Terbentuknya pelajar muslim  yang militan dan berakhlak mulia). Sebagaiorganisasi kader, nilai ini menjadi konsekuensi  tersendiri bahwa IPM sebagai anak panah Muhammadiyah untuk mewujudkan kader yang  memiliki militansi dalam berjuang. Tetapi  militansi itu ditopang dengan nilai-nilai budi  pekerti yang mulia.

4. Nilai Kemandirian (Terbentuknya pelajar muslim yang terampil). Nilai ini ingin mewujudkan kader-kader IPM yang memiliki jiwa yang independen dan memiliki ketrampilan pada bidang tertentu (skill) sebagai bentuk kemandirian personal dan gerakan tanpa tergantung pada pihak lain.

5. Nilai Kemasyarakatan (Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya/ The Realislamic Society). Nilai kemasyarakatan dalam gerakan IPM berangkat dari kesadaran IPM untuk selalu berpihak kepada cita-cita penguatan masyarakat sipil. Menjadi suatu keniscayaan jika IPM sebagai salah satu ortom Muhammadiyah menyempurnakan tujuan Muhammadiyah di kalangan pelajar.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah dari Masa ke Masa

Berikut adalah daftar ketua umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang telah memberikan baktinya kepada pelajar di Negeri Indonesia ini.

1. Herman Helmi Farid Ma'ruf ( Periode 1961 - 1966 ) 
2. Muhammad Wiryam Hasan ( Periode 1966 - 1969 ) Muktamar ke I
3. Muhsin Sulaiman ( Periode 1969 - 1972 ) Muktamar ke II
4. Abdul Somad Karim ( Periode 1972 - 1975 ) Muktamar ke III
5. Gararuddin ( Periode 1975 - 1978 ) Muktamar ke IV
6. Asnawi Syarbini ( Periode 1978 - 1983 ) Muktamar ke V
7. Masyhari Makhasi ( Periode 1983 - 1986 ) Muktamar ke VI
8. Khairuddin Bashori ( Periode 1986 - 1989 ) Muktamar ke VII
9. Muhammad Jamaluddin Ahmad ( Periode 1990 - 1993 ) Muktamar ke VIII
10. Athaillah Ahmad Latief ( Periode 1993 - 1995 ) Muktamar IX
11. Izzul Muslimin ( Periode 1995 - 1998 ) Muktamar ke X
12. Taufiqurrahman ( Periode 1998 - 2000 ) Muktamar ke XI
13. Raja Juli Antoni ( Periode 2000 - 2002 ) Muktamar ke XII
14. Munawar Khalil ( Periode 2002 - 2004 ) Muktamar ke XIII
15. Imam Ahmad Mujadid Rais ( Periode 2004 - 2006 ) Muktamar ke XIV
16. Moh. Mudzakkir ( Periode 2006 - 2008 ) Muktamar ke XV
17. Deni Wahyudi Kurniawan ( Periode 2008 - 2010 ) Muktamar ke XVI
18. Slamet Nur Achmad Effeny digantikan oleh Danik Eka Rahmaningtiyas ( Periode 2010 - 2012 ) Muktamar ke XVII
19. Fida 'Afif ( Periode 2012 - 2014 ) Muktamar ke XVIII
20. Muhammad Khairul Huda ( Periode 2014-2016 ) Muktamar ke XIX

IPM dari Masa ke Masa

Tahun 1961-1966

Pada tahun ini PP IPM masih dalam pengawasan PP Pemuda Muhammadiyah, dan bersama-sama PP Pemuda Muhammadiyah berusaha mendirikan IPM di seluruh Indonesia. Pendirian IPM di seluruh Indonesian ini didukung oleh instruksi PP Pemuda Muhammadiyah no.4 tahun 1962 tahun 1962 tertangggal 4 Februari 1962 yang berisi Instruksi kepada Pemuda Muhammadiyah daerah se-Indonesia agar membentuk IPM di daerahnya masing-masing.

Tahun 1966-1969

Musyawarah Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah I dilaksanakan pada tanggal 18-24 November 1966 di Jakarta dengan menghasilkan keputusan antara lain :

Membentuk PP IPM caretaker yakni pimpinan terdahulu yang bertugas melaksanakan tugas kepemimpinan IPM tingkat pusat sampai terbentuknya PP IPM yang baru. Menunjuk tim formatur yang terdiri dari Anwar Bey, M. Dfahmi Ms, M. Wirsyam dan unsur PP Muhammadiyah. Akan tetapi sebelas bulan kemudian baru terbentuk PP IPM denganKetua Umum Moh. Wirsyam Hasan, Sekretaris Umum Imam Ahmadi.

Menetapkan Muqadimah Anggaran Dasar IPM dan Anggaran Dasar. Merumuskan Khitah Perjuangan IPM. Pada masa ini aktivis IPM pada umumnya ikut terlibat dalam mengantisipasi perkembangan politik Indonesia. Banyak Aktivis IPM turut terlibat dalam mengantisipasi perkembangan Politik Indonesia. Banyak aktivis IPM yang tergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia).

Satu instruksi yang dikeluarkan PP IPM berkaitan dengan KAPPI ditunjukkan kepada daerah-daerah agar terlibat secara aktif di dalam KAPPI. Di samping itu di dalam Muktamar IPM ke-2 di Palembang dikeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa IPM dari tingkat pusat sampai daerah akan tetap merupakan komponen aktif KAPPI masih tetap dapat menjaga kemurnian perjuangannya.

Tidak kalah pentingnya ditetapkan Sistem Pengkaderan IPM hasil seminar kader tangggal 20-23 Agustus 1969 di Palembang. Sejak inilah ulai dikenal istilah Taruna Melati, MABITA (Masa Bimbingan Anggota – yang kemudian berubah menjadi MABICA), Coaching Instruktur. Pada periode ini eksistensi IPM digoyang dalam Tanwir Muhammadiyah tanggal 19-21 September 1968. Akan tetapi berkat argumentasi PP IPM dan dukungan AMM lain, akhirnya eksistensi IPM tetap dapat dipertahankan.

Tahun 1969-1972

Munas/Muktamar II Palembang dilaksanakan pada tanggal 27-30 Agustus 1969 menyepakati adanya penyempurnaaan Khittah Perjuangan dengan dilengkapi Tafsir Khittah, Identitas, Tafsir Identitas, dan Tafsir Asas dan Tujuan IPM. Pada periode yang dipimpin oleh Muhsin Sulaiman sebagai Ketua Umum, dan Ahmad Masuku sebagai Sekkretaris Umum berhasil ditetapkan lagu Mars IPM dan Himne IPM sebagai lagu resmi IPM.

Tahun 1972-1975

MUktamar III IPM di Surabaya melakukan penyempurnaan terhadap tafsir Khittah Perjuangan IPM, tafsir identitas IPM dan menghasilkan tafsir asas dan tujuan IPM serta teori perjuangan IPM. Juga menunjuk Abdul Shomad Karim dan Faisal sebagai Ketum dan Sekum.

Pada Konpiwil 1973 ditetapkan sebagai pedoman pengkaderan IPM pengganti pedoman terdahulu yang ditetapkan pada Muktamar II di Palembang. Dalam periode ini aktivitas IPM banyak kemunduran, orientasi program nasionalnya yaitu: “Memantapkan IPM sebagai organisasi dakwah dan partisiasi dalam pembangunan nasional”.

Tahun 1975-1978

Mukatmar IPM IV yang dilaksanakan di Ujung Pandang tangggal 23-26 Agustus 1975 mengambil tema “ Membina dan Meningkatkan Peranan IPM sebagai Gerakan Dakwah di Kalangan Pelajar” dan menghasilkan program kerja nasional IPM dengan orientasi; meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional, dengan usaha antara lain: Aktif dalam usaha menanggulangi drop out, menggalakkan kepramukaan, meningkatkan studi pelajar, dan menanggulangi kenakalan remaja dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.

Pada tanggal 24-26 Desember 1976 hasil Konpiwil 1973 dikaji ulang dan direvisi dalam seminar kader IPM di Tomang Jakarta. Sebagai Ketum adalah Gafarudddin dan Sekum Faisal Noor.

Tahun 1979 – 1983

Muktamar IPM V dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 17 – 11 Juli 1979 dengan mengambil tema: “Generasi muda agamis dan pelajar modal pembangunan bangsa”. Berhasil terpilih Asnawi Syar ini sebagai Ketum dan maulana Yusuf Widodo sebagai Sekum. Dalam Mukatamar IPM V ditetapkan antara lain:

IPM tetap berfungsi sebagai organisasi ekstra dan intra sekolah. IPM sebagai organisasi pembina dan pengembangan pelajar yang agamis dan terpelajar sebagai modal pembangunan bangsa. Meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional.

Mendukung program-program pemerintah dalam pembinaan dan pembangunan generasi muda. Meminta pada pemerintah untuk memperketat pengawasan dan pengedaran film serta mass media lain yang memuat gambar tidak senonoh demi menjauhkan generasi muda dari bahaya moral. Orientasi programn IPM adalah studi, kepemimpinan dan dakwah.

Tahun 1983 – 1986

Muktamar IPM VI sedianya akan diselenggarakan di Purwakarta Jawa Tengah urung dilaksanakan karena tidak mendapat ijin pemerintah. Mulai saat itulah masalah nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi permasalahan di tingkat pusat. Akhirnya Muktamar IPM VI diselenggarakan secara terbatas di Yogyakarta tanggal 30 sepetember – 2 Oktober 1983. Adapun sasaran program yang hendak dicapai adalah:

Terbinanya anggota IPM yang berdedikasi terhadap IPM.
Terbinanya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang memiliki mutu dan efektivitas dalam menyelenggarakan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan.

Terbinanya peran serta aktif IPM sebagai ortom dalam fungsinya sebagai pelopor, pelangsung, peyempurna amal usaha Muhammmadiyah serta berintegrasi dalam Angkatan Muda Muhammadiyah lainnya.

Di bawah kepemimpinan Masyhari Makhasi dan Ismail Ts Siregar fokus utama kegiatan dalam pembina ke dalam dengan melakukan konsolidasi organisasi sampai tingkat bawah. Pada periode ini SPI kembali diperbaharui melalui forum seminar dan Lokalarya Pengkaderan tahun 1985 di Ujung Pandang, dilakukan pula pengembangan materi pengkaderan yang ada.
Tahun 1986 – 1989

Muktamar IPM VII dapat terselenggara tanggal 26 – 30 April 1986 di Cirebon dengan tema: “Memantapkan gerakan IPM dalam membangun akhlak mulia dan memupuk kreatifitas pelajar”.

Periode ini memiliki tujuan umum program nasional yaitu terciptanya tradisi keilmuan dan kreatifitas di kalangan anggota yang dijiwai oleh akhlak mulia sehingga menjadi teladan di lingkungannya. Tidak kurang beberap konsep dihasilkan pada periode ini seperti Sistem Dakwah Pelajar yang berisi komponen Mabica, Maperta, Pekan Dakwah, Latihan Da’i. Di samping disusun pula Sistem Administrasi IPM.

Pada periode kepemimpinan Khoiruddin Bashory dan Azwir Alimuddin ini masalah nama IPM masih menjadi agenda penting dan belum menunjukkan hasil sehingga berakibat gagalnya rencana penyelenggaraan Muktamar VIII di Medan yang diganti menjadi Muktamar Terbatas (silaturahmi pimpinan) di Yogyakarta.

Tahun 1990 – 1993

Di bawah kepemimpinan M. Jamaluddin Ahmad dan Zainul Arifin AU, menghasilkan Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia, Latihan Penelitian, Pembentukan KIR, Pengelolaan Studi Islami. Muktamar terbatas yang mengambil tema; “ Mengembangkan gerak IPM dalam membina akhlak dan kreatifitas pelajar menuju masyarakat utama” memberikan arahan program dengan target:

Meningkatkan kualitas hidup anggota IPM dan pelajar pada umumnya dengan usaha peningkatan penghayatan hidup yang tertib ibadah, tertib belajar dan tertib berorganisasi.
Meletakkan kerangka mekanisme kepemimpinan dan keorganisasian yang semakin mantap untuk melakukan pembinaan tahap berikutnya.

Perubahan IPM ke IRM
Dalam Konpiwil IPM 1992 Yogyakarta, Menpora Akbar Tanjung secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada IPM untuk melakukan penyesuaian tubuh organisasi. Usai Konpiwil PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir direktori organisasi dengan disertai catatan agar pada waktu pengambilan formulir tersebut nama IPM telah berubah. Karenanya PP IPM yang sebelumnya telah mengangkat tim eksistensi yang bertugas menyelesaikan masalah ini melakukan pembicaraan intensif. Akhirnya diputuskan perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan pertimbangan:

Keberadaan remaja sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa selama ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari persyarikatan Muhamadiyah.

Perlunya pengembangan jangkauaan IPM
Adanya kebijakan pemerintah RI tentang tidak diperbolehkannya penggunaan kata “Pelajar” untuik organisasi berskala nasional.

Keputusan pergantian nama oleh PP IPM ini tertuang dalam SK PP IPM Nomor VI/ PP.IPM/ 1992, yang selanjutnya perubahan tersebut disajikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 22 Jumadil Awal 1413 H/18 November 1992 M melalui SK No. 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama (Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah).

Dengan demikian secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992.

Tahun 1993 – 1995

Setelah perubahan nama, maka Muktamar IRM pertama tanggal 3-7 Agustus 1993. Dengan pertimbangan nilai historis Muktamar itu disebut dengan Muktamar IRM IX yang bertemakan “Aktualisasi Gerak IRM dalam peningkatan kualitas remaja muslim menghadapi PJPT II”. Muktamar yang berlangsung meriah dan dihadiri sekitar 700 orang utusan dari seluruh tanah air behasil menetapkan Anggaran Dasar, Khittah Perjuangan, Kepribadian IRM, Garis-Garis Besar Kebijakan IRM, Pimpinan Pusat periode 1993-1995 (Ketua Athailah A. Latief dan Sekretaris Arief Budiman) dan beberapa rekomendasi.

Termasuk dalam keputusan Muktamar adalah menetapkan sasaran utama program jangka panjang yaitu upaya menciptakan tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya krteatif yang dijiwai akhlak mulia dalam rangka membentuk sumber daya remaja yang potensial sehingga mampu menjadi modal utama bagi terbentuknya komunitas remaja yang islami dan menjadi pelopor di lingkungannya. Sasaran tersebut dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan selama empat periode Muktamar.

Pada periode Muktamar IX (1993-1995) aktifitas IRM diarahkan kepada upaya penataan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan berkarya kreatif yang dijiwai akhlak mulia. Pada Konpiwil IRM tahun 1994 di Kendal ditetapkan Anggaran Rumah Tangga dan setelah itu dilakukan penataan pimpinan dengan pergantian sekretaris yaitu M. Irfan Islami dan perubahan susunan personalia lainnya.

Pada periode ini telah berhasil pula ditetapkan Anggaran Rumah Tangga, penyempurnaan Sistem Pengkaderan IRM, Pedoman Administrasi, Lagu Mars IRM dan peraturan-peraturan penting lainnya.

Tahun 1996 –1998

Muktamar X di Surakarta pada tanggal 11 – 15 maret 1996 dengan agenda pendukung acara yang sangat menarik adalah BASIRA (Bakti Silaturrahmi Remaja) yang terdiri dari Perkampungan Kerja dan Pelatihan Kepemimpinan Pelajar Muhammadiyah Se Indonesia.

Muktamar ini memilih Izzul Muslimin sebagai Ketua dan sekretaris Iwan Setiawan Ar Rozie. Periode Muktamar X diarahkan pada upaya pemantapan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya kreatif yang dijiwai akhl;ak mulia. Pada periode ini terumuskan garis-garis besar kebijakan IRM (GBK IRM) yang mencakup tentang pola dasar kebijakan dan pola dasar kebijakan IRM jangka panjang.

Periode 1996 – 1998 ini mulai dirintis adanya lembaga khusus PP IRM seperti LAPSI, Bina Mentari, Alifah, Bengkel Seni Ufuk dan Lembaga dakwah. Dalam jumlah personel pengurus boleh paling sedikit yang hanya berkisar 15 orang PP IRM, nanti pada Konpiwil Palembang 1997 terjadi penambahan pengurus dengan memasukkan anggota pimpinan.

Tahun 1998 – 2000

Muktamar XI di Makassar pada tanggal 21 –24 Mei 1998 Di makassar mengambil tema; “ Mentradisikan Ilmu, Mengembangkan Karya, Menuju Prestasi” dengan Ketua Taufiqurrahman dan Sekretaris Raja Juli Ahntoni. Yang diarahkan pada upaya pengembangan program yang mendukung terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkya kreatif yang dijiwai akhlak mulia. Muktamar XI ini sangatlah bersejarah dalam benak seluruh kader IRM dimana pada tanggal 21 Mei 1998 bersamaan dengan pembukaan Muktamar juga terjadi proses pergantian kepemimpinan nasional dengan pengunduran diri Presiden Soeharto.

Selain itu IRM kembali menegaskan komitmennya sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar tidak berpolitik praktis dalam Deklarasi Makassar, juga terjadi perubahan AD dan ART IRM, terumuskannya agenda aksi seperti sekolah kader, gerakan pendampingan agama Islam, gerakan advokasi remaja selain itu perintisan kerjasama dengan pihak Founding menjadi kerja-kerja periode ini seperti terlibatnya IRM dalam JPPR dalam program Pemilu 1999.

Tahun 2000 – 2002

Tanggal 8 – 11 Juli 2000 di Jakarta adalah Muktamar IRM ke 12 yang merupakan Muktamar gabungan dengan Muhammmadiyah, Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah dan IRM, Muktamar yang dihadiri seluruh utusan pimpinan wilayah IRM ini membahas dan menetapkan penetapan kembali nama IRM setelah melauli perdebatan yang panjang setelah adanya usulan pengembalian nama IPM. Dalam Muktamar ke – 12 ini ditetapkan antara lain:

- Dasar-Dasar Grrakan IRM atau 
- Paradigma Gerakan IRM
- Kepribadian IRM
- Kepribadian Kader IRM
- Perubahan Struktur Bidang IRM

Pada Muktamar ini bidang Irmawati ditiadakan, Bidang Organisasi dan Hikmah dan Advokasi merupakan bidang tambahan dari struktur IRM. Tema yang diangkat adalah “Meneguhkan jati Diri, Merapatkan barisan Menuju Indonesia Baru” ini menetapkan Raja Juli Antoni sebagai Ketua Umum dalam pemilihan langsung yang merupakan model pemilihan baru di IRM dan Arif Jamali Muis sebagai Sekretris Jendral. Pada Mukrtamar ini pula penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua ditetapkan selama empat kali pelaksanaan Muktamar dimulai dari periode muktamar XII sampai Muktamar XV dimana masing-masng tahapan memiliki sasaran khusus dalam kerangka sasaran jangka panjang yaitu:

Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaran/ keremajaan yang muatan-muatannya antara lain adalah memupuk kepekaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/ pelajar.
Muktamar XIII : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk mencapai daya tawar (bargaining position) IRM yang kuat dengan mengusahakan sikap kritisme organisasi pengembangan program-program pemberdayaan yang memuat antara lain penyadaraan politik, amaliah transformatif dan penguasaan IPTEK.

Muktamar XIV : diarahkan kepada penegmbangan gerakan untuk mewujudkan gerakan IRM sebagai kekuatan transformatif di masyarakat dengan mengusahakan penguasaan program-program alternatif pemberdayaan.

Muktamar XV : diarahkan kepada pengembangan gerakan meunju internasionalisasi gerakan dengan mengupayakan bentuk pemberdayaan yang dapat menguatkan daya saing yang antara lain bermuatan penguasan IPTEK dan keterampilan professional.

Dimana Muktamar XII diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaran/keremajaan yang muatan-muatannya antara lain adalah memupuk kepekaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nialai moral kepada remaja/pelajar. Dimana pada periode ini semakin terlihat kerjasama dengan pihak Founding dengan beberapa agenda program di antaranya SRATK (Studi Refleksi Aktif tanpa Kekerasan). Penerbitan Buletin Retas dan Pelatihan Sadar Gender.

Selain itu adanya program pendampingan anak korban konflik Maluku dengan pembentukan relawan pada TOT paralegal, Peluncuran Album ke-2 lagu-lagu IRM. Dan tak kalah pentingnya adanya rekonstruksi Sistem Perkaderan pada acara Seminar dan Lokakarya Nasional Sistem Perkaderan IRM tanggal 20 –24 April 2002 di Kota makassar.

Tahun 2002 –2004

“Membangun Kesadaran Kritis Remaja Sebagai Subjek Perubahan” adalah tema yang diangkat pada Muktamar ke-13 Di Yogyakarta pada tanggal 10 – 13 Oktober 2002, dimana disahkannya Khittah Perjuangan IRM atas penyesuaian dari dasar-dasar perjuangan IRM hasil Muktamar ke-12 serta revisi AD dan ART IRM. Pada Muktamar ini pula penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua mengalami perubahan sasaran umum dari sebelumnya, yaitu:

Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian atau otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaram/ keremajan yang muatan-muatanya antara lain adalah memupuk kepekaaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/pelajar.

Muktamar XIII : Diarahkan kepada mentradisikan kesadaran kritis di kalangan pelajar dan remaja melalui pengembangan nilai-nilai advokasi, kaderisasi dan penguatan infrastruktur.
Muktamar XIV : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk mewujudkan gerakan IRM sebagai kekuatan transformatif di masyarakat dengan mengusahakan pengayaan program-program alternatif pemberdayaan.

Muktamar XV : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk menuju internasionalisasi gerakan dengan mengupayakan bentuk pemberdayaan yang dapat menguatkan daya saing yang antara lain bermuatan penguasaan IPTEK dan keterampilan professional.
Dalam pemilihan langsung Muktamar XIII ini menetapkan Munawwar Khalil selaku Ketua Umum dan Husnan Nurjuman selaku Sekretaris Jendral.

Diantara berbagai pekerjaan besar yang menjadi amanat Muktamar XIII dalam periode ini antara lain :

Sosialisasi hasil lokakarya sistem perkaderan IRM yang diorientasikan pada pembentukan kader Ikatan yang memiliki kesadaran kritis dan berbagai kegiatan pengkaderan yang juga diorientasikan kepada pembentukan kader kritis.
Gerakan advokasi pada periode ini telah sampai pada fase pendampingan dan pembentukan komunitas advokasi. Hal ini diawali dengan perencanaan Gerakan Parlemen Remaja.

Gerakan infrastruktur juga tetap menjadi prioritas. Hal ini diimplementasikan dengan berbagai perumusan dan penyesuaian berbagai mekanisme organisasi mensikapi berbagai perubahan dan perkembangan baik internal organisasi dengan perubahan struktur dan system pembinaan jaringan, maupun hal eksternal seperti otonomi daerah. Hal tersebut disikapi dengan Pedoman Pembentukan Peleburan dan Pemekaran Organisasi (P4O) IRM dan Penyesuaian Pedoman Administrasi IRM.

Daftar Penghargaan yang Pernah di Raih IPM:

- Organisasi Kemasyarakatan Pemuda    (OKP) terbaik nasional tahun 2011
- Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) terbaik nasional tahun 2013
- Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) terbaik nasional tahun 2015
- ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Organisations) tahun 2012
- ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Organisations) tahun 2014
- Soegondo Djojopoespito Award 2015

Sumber: http://www.ipm.or.id

No comments:

Post a Comment