Wednesday, May 4, 2016

Belajar dari LID III PC IMM Bone

Menilik kembali pelaksanaan LID III PC IMM Bone tentunya banyak hal yang didapatkan darinya secara tersurat maupun tersirat baik bagi mereka yang menyampaikan materi, pembina, panitia, terlebih pada peserta yang menjadi objek dalam pelatihan.  Adapun apa yang ingin writer sampaikan kali ini lebih kepada kesalahan atau kekurangan dalam pelaksanaan LID. Kiranya dengan apa yang writer sampaikan dapat menjadi pelajaran untuk dijadikan acuan bersama dalam menyikapi problematika yang sama dikemudian hari. Kesalahan atau kekurangan tersebut adalah;

PESERTA
Kurangnya kesadaran untuk mempelajari lebih jauh ilmu Bahasa berdampak pada penyalahan qaedah berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam forum resmi. Contoh: 

1.  Penggunaan frasa mempersingkat waktu (diulang 3 kali oleh peserta dalam pelatihan). Dalam qaedah waktu tidak dapat dipersingkat, selamanya 1 menit 60 detik 1 jam 60 menit dan seterusnya. Hal ini sudah menjadi konsep kesepahaman bersama. Frasa yang benar adalah efisiensi waktu  yang artinya dengan tidak menyia-nyiakan waktu.

2. Pemberian awalan dan akhiran pada kata tertentu yang jika tidak dilakukan akan merubah makna/maksud. Materi Tauhid, IMM, Muhammadiyah, Mahasiwa, Tarjih tidaklah tepat jika tidak ditambahkan awalan dan akhiran yang sesuai. Materi Tauhid: Bahaya syirik, Pentingnya Tauhid rububiyah. Materi IMM: Mengenal sejarah IMM, Tafsir tujuan. Materi Muhammadiyah: MKCH, AD-ART dan seterusnya. JIka kita ingin mengkaji/membahas dalam lingkup menyeluruh maka kata Tauhid, IMM, Muhammadiyah dst harus diberi penambahan awalan dan akhiran menjadi ke-Tauhid-an, ke-IMM-an, ketarjihan dst. Lain halnya pada kata tertentu yang walaupun tak ditambahkan awalan dan akhiran tidak membawa pada kesalapahaman karena kata itu sudah bersifat menyeluruh dan bukan subjek. Contoh: Ibadah, Akhlak.

3. Mengabaikan pengertian kata-kata penting yang berimbas pada ketidak sesuaian maksud antara pembicara dan pendengar. Screening dari Bahasa inggris terbagi dari dua kata screen: layar, monitor, gambar depan dan verb ing: akhiran yang memberikan unsur sifat yang  jika digabung berarti penyaringan. Kader berasal dari Bahasa perancis cader yang berarti anggota yang setia, loyal dan lainnya.

4. Kalimat/kata bermakna ganda (ambigu) atau yang dapat mendatangkan pertentangan. Hal ini sebenarnya bergantung pada peserta yang menjadi objek perlakuan. Contoh peserta mahasiswa semester 1-2 dengan pemikiran yang labil tidaklah menjadi masalah namun peserta mahasiswa semester 7-8 dengan pemikiran kritis/kompleks akan mendatangkan masalah. Contoh Kalimat: yang merasa dirinya lengkap silahkan duduk. Sedari dulu rasa tak punya tolak/alat ukur, dalamnya samudera hindia dapat manusia ukur namun rasa siapa yang tahu. Jadi jangan salahkan peserta jika mereka secara berjamaah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan harapan.

5. Penggunaan kata gaul mendominasi, intonasi yang unik, kalimat dengan jeda dan durasi waktu yang konstan. Penggunaan kata gaul (boring, jenuh, toh?) diikuti intonasi yang mendominasi awal hingga akhir pertemuan memunculkan tanya, apakah kita ingin keluar sebagai Pembina atau stand upper?. kalimat dengan jeda dan durasi waktu yang konstan yang writer maksud adalah seperti ini: bagaimana kabarnya?-(jeda 30 detik)- mana teman sekelompoknya yang lain? -(jeda 30 detik)-Sudah hafal bacaan shalatnya-(jeda 30 detik)-dan seterusnya mirip-mirip penyiar radio menyampaikan kalimat tanpa kata penghubung.

PEMATERI
Tidak diragukan mereka yang menyampaikan materi memilki tingkat kecerdasan tinggi namun ada beberapa hal yang perlu diberikan pelurusan.

1. Retorika kebablasan
                Tingginya kosa kata dan tata Bahasa tidaklah menjadi jaminan seseorang dapat membawakan materi dengan baik jika tidak didunakan/ditempatkan sebagaimana mestinya. Memberikan penyampaian materi menggunakan retorika membawa pikiran dari kiri ke kanan kemudian balik ke kiri kemudian kekanan justru akan membuat peserta teler hingga mabok di forum.

2. Materi tak jelas
                Menyerupai point 1 namun berbeda. Jika kita ingin berangkat ke Makassar semisalkan ada jalan raya yang dapat ditempuh dengan mudah namun kita lebih memilih jalur hutan belantara yang membingungkan dan dapat menyesatkan. Pemberian materi yang menyimpang dari arah yang memudahkan, menggunakan rel lain menimbulkan tanya pada peserta. Sebenarnya ini pemateri apa yang nabahas?. 

3. Pemateri yang Arogan
                Pemateri berbicara seakan dialah yang paling benar dimuka bumi diikuti intonasi dan geisture yang merendahkan , tak pernah meninggalkan tempat duduk selama pemberian materi ditambah sibuk sendiri tanpa memberikan kesempatan peserta menyampaikan pemikirannya(terkecuali materi yang sifatnya ilmiah) kemudian monoton dalam penyajian.

4. Tak terampil memberikan feed back
                Inilah hal yang kadang membuat writer malas bertanya. Saat kita memberikan pertanyaan mengacu pada jawaban descriptive namun hanya dijawab yes no (dijawab singkat seperti tak ikhlas menjawab) hingga dalam penyajian memang banyak yang bertanya secara kuantitas namun rendah secara kualitas.

Sebenarnya banyak contoh dan hal yang ingin writer sampaikan dari berbagai perspective namun writer tak igin menjadikan tulisan ini menjadi karya tulis ilmiah, juga tak ingin hal yang bersifat secret dalam pelatihan ter-expose.

Writer : Fikar Exact

No comments:

Post a Comment