Tuesday, April 21, 2020

Tumpulnya Pena Cendekia: satu aksi beribu manfaat


Tumpulnya Pena Cendekia: satu aksi beribu manfaat

“Jangan biarkan ujung pena tumpul karena tidak pernah kau raut”
IMMawati Mei


            Kita tidak perlu menunggu dunia untuk berubah, pengharapan akan keadaaan agar berpihak kepada kita namun tanpa adanya ikhtiar, itu sama halnya dengan harapan palsu (yang jelas bukan alamat palsu ya). Sekarang bukan masanya untuk meratapi dan menjadi penonton, menyaksikan yang lain tengah berlomba-lomba melakukan perubahan dengan jalan yang berbeda-beda, lantas kita hanya duduk diam bergulat dengan pikiran sendiri mengenai apa yang harus diakukan hari ini dan keesokkannya. Ingat bahwa pengejawantahan suatu pemikiran itu yakni melalui suatu tindakan dan usaha. Allah pun memerintahkan kita selalu berusaha dalam firman-Nya yang artinya:

“....Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri.”
(Q.S. Ar-Ra’ad [13] : 11)

            Sekarang dunia semakin maju, pemikiran pun mestinya juga seperti itu. Sekarang tanyakan pada diri masing-masing, apa yang akan dan perlu dilakukan? Apakah duduk santai menonton dengan segala kebosanan akan tontonan yang tidak menuntun, rebahan dengan segala aplikasi sosmed yang mengantri untuk dibuka, atau dengan aktvitas lainnya yang tidak produktif, maka akan dapat merubah keadaan? Tidak kan?. Berkembangnya buah pemikiran orang lain telah banyak bermunculan, para Cendekiawan-Cendekiawati bangsa, orang terpelajar tentunya telah banyak mengonsumsi buku, kesemua hal tersebut seharusnya menjadi motivasi untuk diri akan pentingnya untuk membaca dan menyampaikan pikiran. Jikapun kita tidak bisa bersaing dengan orang yang ahli dalam dunia politik karena tidak memiliki cukup ilmu tentang politik, maka apa salahnya kita mencoba bersaing dengan orang-orang yang melahirkan gagasan dalam bentuk tulisan.

            Buah pemikiran lahir sebab adanya proses Literasi. Dimana Literasi itu berasal dari kata Lihat, Telaah, Rasa dan Sikap. Jadi, pemikiran itu lahir sebab adanya proses melihat sesuatu dengan jalan membaca, setelah itu perlunya pemaknaan terhadap apa yang dapat dipahami dari proses menelaah suatu bacaan, setelah menelaah perlu merasakan apa yang dapat terlihat dan apa yang dipahami sehingga perlunya output sebuah tindakan dalam menyikapi hal-hal yang dirasa perlu untuk disikapi.

            Tidak adakah perasaan risih ketika hanya membanggakan pencapaian karena membaca banyak buku dan memilih menyimpannya hanya untuk diri sendiri. Bukankah ilmu syaratnya adalah amal? Jadi bagaimana bisa menimbun ilmu tanpa pengamalan? Hanya membaca dan memahami bacaan tanpa ada keinginan untuk mentrasfer ilmu itu memang tidak menjadikan semuanya sia-sia, namun bukan berarti menjadikan pembenaran untuk terus memupuk dan memiliki pengetahuan itu sendiri. Kekrisisan dalam pengamalam ilmu entah secara langsung ataukah menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ilmu tidak akan berkurang ketika diamalkan bahkan  dapat memberikan hasil lebih dari pada apa yang diharapkan.

            Maka dari itu, marilah segera keluar dari belenggu ketakutan dan tunjukkan pada dunia bahwa manusia yang memiliki akal bukanlah seperti burung yang terperangkap dalam sangkar. Teringat pada kata Buya Hamka yang mengatakan "kalau hidup hanya sekedar hidup, babi hutan pun hidup. Kalau hidup hanya sekedar kerja, kera pun bekerja.", tapi perlu kita pahami bahwa babi hutan,  kera bahka binatang lain tidak akan bisa menulis dan mengungkapkan apa yang ada di pikirannya berbeda dengan manusia yang dianugrahi akal untuk berpikir dan anggota tubuh lain sebagai pelengkapnya.

     Ketika ingin merubah dunia tidak cukup hanya dengan membaca saja, namun perlu ada penyeimbang minimal ketika tidak bisa menyampaikan gagasan melalui diskusi maka dapat disampaikan dalam bentuk tulisan. RA Kartini yang dikenal sebagai tokoh perempuan pembawa perubahan terhadap bangsa dan negara itu, melalui tulisan beliau dimana tulisannya itu dalam bentuk surat-surat yang berisi gambaran kondisi kaumnya yang semakin hari semakin tidak mampu memberikan titik terang. Sehingga melalui surat dan usahanya tersebut, sekarang perempuan telah mendapatkan haknya, contohnya yang beliau perjuangkan yakni dalam dunia pendidikan. Itu menjadi gambaran bahwa perlu adanya keseimbangan antara dua hal, yakni membaca dan menulis. Ketika membaca penyeimbangnya adalah berdiskusi dan menulis, begitupun juga sebaliknya. Satu kalimat lagi yang mesti dipahami yaitu "Ketika ingin mengenal dunia maka membacalah dan ketika ingin dikenal dunia maka menulislah." lagi-lagi kata menulis itu akan memberikan efek yang luar biasa terhadap diri sendiri dan orang lain.


            Namun, masalah yang dihadapi sekarang adalah ketidakmenahuan bagaimana cara untuk memulai. disebabkan masalah tersebut membuat diri menjadi malas bahkan apatis, membutuhkan motivasi tapi tetap saja mandek tidak tahu bagaimana dan dari mana harus memulai. Namun sebenarnya jawabannya ada pada diri sendiri, motivasi seseorang hanya bersifat sementara, ketika mindset enggan untuk diubah maka motivasi tidak ada artinya karena motivasi tanpa aksi adalah ilusi. Motivasi terbesar ada dalam diri sendiri, bukan pada orang lain. Pemikiran  seperti itu akan membuat keengganan untuk menuang gagasan dalam cangkir tulisan. Akibatnya tumpullah senjata dari para Cendekia yakni pena yang berbuah pemikiran.

            Bagaimana caranya tetap menjaga pena cendekia agar tidak tumpul? Yakni seringlah meraut ujungnya, mulailah dari hal terkecil dan cobalah untuk menuliskan apa yang sedang dirasakan, Hilangkan pikiran yang beranggapan, “ini bagus tidak ya?”, “diterima tidak ya oleh pembaca?”, “aduh malu dengan tulisan saya”, “saya tidak punya keahlian dalam menulis”, dan segala alasan pembenaran lainnya. Hilangkan semua itu! Semua orang bisa menulis, hanya saja perasaan tidak memiliki kemampuan merangkai kata terlalu sering menjadi benteng kokoh dalam meruntuhkan benteng zona nyaman.

         Maka perlu ditanamkan dalam diri tenntang teori the Law of Attraction (LoA) bahwa “apapun yang dijustifikasi pada alam, maka alam akan merespon apa yang telah dijustifikasikan, coba kita berpikir positif maka respon yang didapatkan akan positif pula”, juga selaras oleh kata-kata bahwa “tulisan akan menemui pembacanya” (Albhy El-Azzam). Jadi, tidak perlu memupuk kekhawatiran yang berlebih, tuliskan apa saja yang melintas dalam pikiran, karena setiap apa yang dituliskan walaupun sederhana maka akan memberikan manfaat kepada pembacanya. Satu aksi beribu manfaat, maka tebarlah manfaat dengan mengangkat pena dan buatlah ia menari diatas panggung kata. Setiap yang dituliskan maka pasti akan dicicipi hasilnya kemudian.
“..........
Disana ada lembaran yang kian merindu
Dihujani debu tanpa berpayungkan pena
Dia juga merasakan gelapnya dalam jeruji
Dingin tak berselimutkan kata
Beralaskan tumpukan kertas yang tak tersentuh tinta.”

-Mei-
(Imaji waktu dalam buku Surat Cinta Sang Teroris, Hal. 91)


Fastabiqul Khaerat


IMMawati Wahyuni/Mei 
KABID Riset Pengembangan Keilmuan PC IMM Bone
Periode 2020-2021
           



No comments:

Post a Comment